KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
CONTOH
KASUS
Istri
Usia 15 Tahun Disiksa Suami
indosiar.com,
Garut - Reni
Rismayanti (15 tahun) warga Kecamatan Leles, Kabupaten Garut ini, hanya bisa
merintih kesakitan saat dibopong petugas dari dalam mobil menuju tempat pengobatan
alternatif. Wanita muda yang baru sebulan menikah ini, kerap disiksa suaminya.
Akibat penyiksaan tersebut, tulang pinggang belakang Reni patah hingga tak bisa
berjalan. Menurut Reni, awalnya ia hanya menegur suaminya yang pulang malam
dalam keadaan mabuk. Namun suaminya itu malah tak terima dan menyiksa Reni.
Reni juga diancam akan dibunuh Rendi, jika melapor kepada orang tuanya. Korban
mengaku tindak penganiayaan itu, bukan yang pertama. Ia sering ditonjok,
ditendang bahkan disundut rokok oleh suaminya itu, serta pernah disekap selama
satu minggu didalam kamar, dengan makan seadanya. Karena tak kuat lagi menahan
penyiksaan, korban Reni bersama ibunya melapor ke polisi. Sementara suami
korban yang kabur melarikan diri, usai menyiksa istrinya itu, masih dalam
kejaran petugas.(Deni Muhammad Arif/Ijs)
A. DEFINISI
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Berdasarkan
hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004,
telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal dalam Undang-Undang
PKDRT disebutkan bahwa Kekerasan dalam
Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Pada tahun 1993 pada konsultasi global, mulai di bahas pengertian kekerasan, oleh WHO. Adapun saat ini menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Adapun
definisi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut beberapa ahli, adalah sebagai berikut :
1. Penganiayaan
secara fisik, emosional, psikologis atau seksual yang dilakukan oleh seorang
individu terhadap pasangannya, mantannya, atau orang tua dari anak dari
golongan minoritas. Penganiayaan tersebut dapat meliputi ancaman, bahaya, luka,
pelecehan, control, terorisme atau perusakan terhadap makhluk hidup atau
properti (Hubbard, 1991, dalam McCue).
2. Pola
perilaku yang ditandai dengan penyalahgunaan kekuatan dan kontrol oleh
seseorang terhadap orang lain yang berada dalam suatu hubungan yang intim.
Perilaku ini dapat terjadi dalam hubungan heteroseksual mampun homoseksual dan
memiliki dampak yang mendalam dalam kehidupan anak-anak, keluarga dan bahkan
komunitas. Perilaku ini dapat menyerang secara fisik, seksual, emosional
dan/atau psikologis. Perilaku ini dapat diselingi dengan intimidasi, pelecehan,
perusakan properti, ancaman dan bahkan penganiayaan secara finansial (Children
and Family Court Advisory and Support Service, dalam en.wikipedia.org.
3. Pola
perilaku mengontrol yang dilakukan secara sengaja, terarah dan menuntut
kepatuhan dari orang lain tanpa mempertimbangkan hak-hak yang dimilikinya
(Mable Dunbar, dalam lovetakestime.com).
4. Segala
bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual maupun
ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang
secara kemudian memberikan dampak kepada korban, seperti misalnya mengalami
kerugian secara fisik atau bisa juga memberikan dampak korban menjadi sangat
trauma atau mengalami penderitaan secara psikis (Rancangan Undang-undang anti
KDRT dalam www.pemantauperadilan.com).
B.
GEJALA-GEJALA KEKERASAN TERHADAP
ISTRI
Gejala-gejala istri yang mengalami
kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa,
terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan
tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan
bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas.
C.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA
Bentuk-bentuk
kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:
1. Kekerasan
Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan
kekerasan (seperti: memukul, menendang,menyulut rokok, memakai senjata tajam)
yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga dapat
menyebabkan kematian.
2.
Kekerasan Psikis atau Kekerasan
Emosional
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan
penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, mencemooh, mengucilkan,
merendahkan martabat, penghinaan, menyakiti hati dengan ucapan
kasar, kotor dan mengancam) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya
diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak
berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan
istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya
menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati
istri.
3.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan
yang berhubungan dengan memaksa istri
untuk melakukan hubungan seksual dengan
cara-cara yang tidak wajar atau bahkan
tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
4.
Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan
yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk
menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk
di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya
berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi
uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut
istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk
meningkatkan karirnya.
D.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri,
antara
lain:
1)
Masyarakat
membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki
harus kuat, berani dan tidak toleran.
2)
Laki-laki
dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3)
Persepsi
mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan
masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4)
Pemahaman
yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan
istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki
boleh menguasai perempuan.
5)
Budaya
bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6)
Kepribadian
dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7)
Pernah
mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
8)
Budaya
bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
9)
Melakukan
imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering
melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
10) Masih rendahnya kesadaran untuk berani
melapor dikarenakan dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan
dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang
mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data kasus
tentang (KDRT) pun, banyak dikesampingkan ataupun dianggap masalah yang sepele.
Masyarakat ataupun pihak yang tekait dengan KDRT, baru benar- benar bertindak
jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban baik fisik yang parah dan maupun
kematian, itupun jika diliput oleh media massa. Banyak sekali kekerasan dalam
rumah tangga ( KDRT) yang tidak tertangani secara langsung dari pihak yang
berwajib, bahkan kasus kasus KDRT yang kecil pun lebih banyak dipandang sebelah
mata daripada kasus – kasus lainnya.
11) Masalah budaya
Masyarakat
yang patriarkis ditandai dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara laki
–laki dan perempuan dimana laki –laki mendominasi perempuan. Dominasi laki –
laki berhubungan dengan evaluasi positif terhadap asertivitas dan agtresivitas
laki – laki, yang menyulitkan untuk mendorong dijatuhkannya tindakan hukum
terhadap pelakunnya. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang
tua untuk memperlakukan anak – anaknya , atau cara suami memperlakukan
istrinya, sepenuhnya urusan mereka sendiri dapat mempengaruhi dampak timbulnya
kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT).
12) Faktor Domestik
Adanya
anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Hal ini
menyebabkan munculnya perasaan malu karena akan dianggap oleh lingkungan tidak
mampu mengurus rumah tangga. Jadi rasa malu mengalahkan rasa sakit hati,
masalah Domestik dalam keluarga bukan untuk
diketahui
oleh orang lain sehingga hal ini dapat berdampak semakin menguatkan dalam kasus
KDRT.
13) Lingkungan
Kurang
tanggapnya lingkungan atau keluarga terdekat untuk merespon apa yang terjadi,
hal ini dapat menjadi tekanan tersendiri bagi korban. Karena bisa saja korban
beranggapan bahwa apa yang dialaminya bukanlah hal yang penting karena tidak direspon
lingkungan, hal ini akan melemahkan keyakinan dan keberanian korban untuk keluar
dari masalahnya.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya
kekerasan terhadap istri berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan
diskriminasi gender di masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas,
memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga
berperan sebagai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan
istri dalam masyarakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini
sebagai ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang
yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap
istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini mengakibatkan
masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan juga menunjukkan
bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja, karena keterlibatan istri
dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem dan kondisi sosial budaya, sehingga
peran istri dalam kegiatan ekonomi masih dianggap sebagai kegiatan sampingan.
E.
SIKLUS KDRT
1. Tindak kekerasan/pemukulan yaitu
melakukan kekerasan terhadap pasangannya.
2. Permintaan maaf atau reda yaitu pelaku
menyesali perbuatannya dan meminta maaf terhadap korban.
3. Bulan madu yaitu pelaku menunjukkan
sikap mesra kepada pasangannya, seolah tidak pernah melakukan kekerasan.
4. Periode konflik yaitu situasi mesra akan
berakhir ketika terjadi konflik yang kemudian membawa pelaku untuk melakukan
kekerasan lagi.
Dalam siklus tersebut terdapat :
1. Cinta adalah rasa cinta dan kasih sayang
kepada pasangan agar memaklumi, mencoba untuk mengerti.
2. Harapan adalah berharap pelaku atau
suami dapat berubah menjadi baik.
3. Teror adalah terjadinya ancaman setiap
saat akan dipukuli, ditinggal, tidak dapat menjalani hidup sendirian tetapi
ketakutan dan sakit hati atas perlakuan suami atau pasangan. Pola ini selalu
berulang dan sulit untuk diputus mata rantainya.
F.
DAMPAK DALAM RUMAH TANGGA
Kekerasan terhadap istri menimbulkan
berbagai dampak yang merugikan. Diantaranya
adalah :
1. Dampak kekerasan terhadap istri yang
bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental,
menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya,
mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami
stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
2. Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si
istri adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari
bantuan pada Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
3. Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan
kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku
yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan
anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah
menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain
sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.
G.
SOLUSI UNTUK MENGATASI KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan
dalam rumah tangga maka yang perlu di lakukan adalah :
1. Mengalangkan pendidikan mengenai HAM dan
pemberdayaan perempuan dalam masyarakat;
2. Menyebarkan informasi dan mempromosikan
prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak
kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah;
3. Mengadakan penyuluhan untuk mencegah
kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender;
4. Mempromosikan sikap tidak menyalahkan
korban melalui media.
Solusi
untuk pelaku dan korban kekerasan
- Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh
Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan
kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi
kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima
dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
- Sedangkan bagi istri yang mengalami
kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku
asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani
kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk
terlibat dalam terapi kelompok dimana masingmasing
dapat melakukan sharing sehingga
menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan
perkawinan yang sehat bukan dilandasi
oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan
istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan memanage emosi sehingga jika
ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak
akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu
diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun
semua itu harus diawali dari orangtua.
Solusi
untuk mencegah KDRT
Mengalami KDRT membawa akibat – akibat
negatif yang berkemungkinan mempengaruhi perkembangan korban di masa mendatang
dengan banyak cara. Dengan demikian, perhatian utama harus diarahkan pada
pengembangan berbagai strategi untuk mencegah terjadi penganiayaan dan
meminimalkan efeknya yang merugikan ada beberapa solusi
untuk mencegah KDRT antara lain :
1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT
adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang
terkait dengan HAM.
2. Sosialiasasi pada masyarakat tentang
KDRT adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan dapat diberikan sangsi
hukum. Dengan cara mengubah pondasi KDRT di tingkat masyarakat pertama – tama
dan terutama membutuhkan.
3. Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah
tindakan yang tidak dapat diterima.
4. Mengkampanyekan penentangan terhadap
penayangan kekerasan di media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan
biasa, menghibur dan patut menerima penghargaan.
5. Peranan Media massa. Media cetak,
televisi, bioskop, radio dan internet adalah macrosystem yang sangat
berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga (
KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh besar dalam mencegah KDRT bagaimana
media massa dapat memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola budaya
KDRT adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan
hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari penganiayaan.
6. Mendampingi korban dalam menyelesaikan
persoalan (konseling) serta kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat
penampungan) sehingga para korban akan lebih terpantau dan terlindungi serta
konselor dapat dengan cepat membantu pemulihan secara psikis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar