Kamis, 22 Oktober 2015

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

CONTOH KASUS

Istri Usia 15 Tahun Disiksa Suami
indosiar.com, Garut - Reni Rismayanti (15 tahun) warga Kecamatan Leles, Kabupaten Garut ini, hanya bisa merintih kesakitan saat dibopong petugas dari dalam mobil menuju tempat pengobatan alternatif. Wanita muda yang baru sebulan menikah ini, kerap disiksa suaminya. Akibat penyiksaan tersebut, tulang pinggang belakang Reni patah hingga tak bisa berjalan. Menurut Reni, awalnya ia hanya menegur suaminya yang pulang malam dalam keadaan mabuk. Namun suaminya itu malah tak terima dan menyiksa Reni. Reni juga diancam akan dibunuh Rendi, jika melapor kepada orang tuanya. Korban mengaku tindak penganiayaan itu, bukan yang pertama. Ia sering ditonjok, ditendang bahkan disundut rokok oleh suaminya itu, serta pernah disekap selama satu minggu didalam kamar, dengan makan seadanya. Karena tak kuat lagi menahan penyiksaan, korban Reni bersama ibunya melapor ke polisi. Sementara suami korban yang kabur melarikan diri, usai menyiksa istrinya itu, masih dalam kejaran petugas.(Deni Muhammad Arif/Ijs)

A.    DEFINISI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal dalam Undang-Undang PKDRT disebutkan  bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).

Pada tahun 1993 pada konsultasi global, mulai di bahas pengertian kekerasan, oleh WHO. Adapun saat ini menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,  ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan  atau sekelompok orang  atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Adapun definisi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut beberapa ahli,  adalah sebagai berikut :
1.      Penganiayaan secara fisik, emosional, psikologis atau seksual yang dilakukan oleh seorang individu terhadap pasangannya, mantannya, atau orang tua dari anak dari golongan minoritas. Penganiayaan tersebut dapat meliputi ancaman, bahaya, luka, pelecehan, control, terorisme atau perusakan terhadap makhluk hidup atau properti (Hubbard, 1991, dalam McCue).
2.      Pola perilaku yang ditandai dengan penyalahgunaan kekuatan dan kontrol oleh seseorang terhadap orang lain yang berada dalam suatu hubungan yang intim. Perilaku ini dapat terjadi dalam hubungan heteroseksual mampun homoseksual dan memiliki dampak yang mendalam dalam kehidupan anak-anak, keluarga dan bahkan komunitas. Perilaku ini dapat menyerang secara fisik, seksual, emosional dan/atau psikologis. Perilaku ini dapat diselingi dengan intimidasi, pelecehan, perusakan properti, ancaman dan bahkan penganiayaan secara finansial (Children and Family Court Advisory and Support Service, dalam en.wikipedia.org.
3.      Pola perilaku mengontrol yang dilakukan secara sengaja, terarah dan menuntut kepatuhan dari orang lain tanpa mempertimbangkan hak-hak yang dimilikinya (Mable Dunbar, dalam lovetakestime.com).
4.      Segala bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak kepada korban, seperti misalnya mengalami kerugian secara fisik atau bisa juga memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis (Rancangan Undang-undang anti KDRT dalam www.pemantauperadilan.com).

B.     GEJALA-GEJALA KEKERASAN TERHADAP ISTRI

Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas.

C.    BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:

1.      Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul, menendang,menyulut rokok, memakai senjata tajam) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga dapat menyebabkan kematian.

2.      Kekerasan Psikis atau Kekerasan Emosional
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, mencemooh, mengucilkan, merendahkan martabat, penghinaan, menyakiti hati dengan  ucapan  kasar, kotor dan mengancam) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati istri.

3.      Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri
untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan
tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

4.      Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.

D.    FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri,
antara lain:
1)      Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2)      Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3)      Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4)      Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
5)      Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6)      Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7)      Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
8)      Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
9)      Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
10)  Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data kasus tentang (KDRT) pun, banyak dikesampingkan ataupun dianggap masalah yang sepele. Masyarakat ataupun pihak yang tekait dengan KDRT, baru benar- benar bertindak jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban baik fisik yang parah dan maupun kematian, itupun jika diliput oleh media massa. Banyak sekali kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) yang tidak tertangani secara langsung dari pihak yang berwajib, bahkan kasus kasus KDRT yang kecil pun lebih banyak dipandang sebelah mata daripada kasus – kasus lainnya.
11)  Masalah budaya
Masyarakat yang patriarkis ditandai dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara laki –laki dan perempuan dimana laki –laki mendominasi perempuan. Dominasi laki – laki berhubungan dengan evaluasi positif terhadap asertivitas dan agtresivitas laki – laki, yang menyulitkan untuk mendorong dijatuhkannya tindakan hukum terhadap pelakunnya. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang tua untuk memperlakukan anak – anaknya , atau cara suami memperlakukan istrinya, sepenuhnya urusan mereka sendiri dapat mempengaruhi dampak timbulnya kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT).
12)  Faktor Domestik
Adanya anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Hal ini menyebabkan munculnya perasaan malu karena akan dianggap oleh lingkungan tidak mampu mengurus rumah tangga. Jadi rasa malu mengalahkan rasa sakit hati, masalah Domestik dalam keluarga bukan untuk
diketahui oleh orang lain sehingga hal ini dapat berdampak semakin menguatkan dalam kasus KDRT.
13)  Lingkungan
Kurang tanggapnya lingkungan atau keluarga terdekat untuk merespon apa yang terjadi, hal ini dapat menjadi tekanan tersendiri bagi korban. Karena bisa saja korban beranggapan bahwa apa yang dialaminya bukanlah hal yang penting karena tidak direspon lingkungan, hal ini akan melemahkan keyakinan dan keberanian korban untuk keluar dari masalahnya.

Selain itu, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam masyarakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini sebagai ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini mengakibatkan masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja, karena keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem dan kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam kegiatan ekonomi masih dianggap sebagai kegiatan sampingan.

E.     SIKLUS KDRT
1.      Tindak kekerasan/pemukulan yaitu melakukan kekerasan terhadap pasangannya.
2.      Permintaan maaf atau reda yaitu pelaku menyesali perbuatannya dan meminta maaf terhadap korban.
3.      Bulan madu yaitu pelaku menunjukkan sikap mesra kepada pasangannya, seolah tidak pernah melakukan kekerasan.
4.      Periode konflik yaitu situasi mesra akan berakhir ketika terjadi konflik yang kemudian membawa pelaku untuk melakukan kekerasan lagi.
Dalam siklus tersebut terdapat :
1.      Cinta adalah rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan agar memaklumi, mencoba untuk mengerti.
2.      Harapan adalah berharap pelaku atau suami dapat berubah menjadi baik.
3.      Teror adalah terjadinya ancaman setiap saat akan dipukuli, ditinggal, tidak dapat menjalani hidup sendirian tetapi ketakutan dan sakit hati atas perlakuan suami atau pasangan. Pola ini selalu berulang dan sulit untuk diputus mata rantainya.

F.     DAMPAK DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan terhadap istri menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Diantaranya
adalah :
1.      Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
2.      Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
3.      Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.



G.    SOLUSI UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka yang perlu di lakukan adalah :
1.      Mengalangkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan dalam masyarakat;
2.      Menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah;
3.      Mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender;
4.      Mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.

Solusi untuk pelaku dan korban kekerasan
-       Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
-       Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlidungan.

Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masingmasing
dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan
perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan memanage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua.

Solusi untuk mencegah KDRT

Mengalami KDRT membawa akibat – akibat negatif yang berkemungkinan mempengaruhi perkembangan korban di masa mendatang dengan banyak cara. Dengan demikian, perhatian utama harus diarahkan pada pengembangan berbagai strategi untuk mencegah terjadi penganiayaan dan meminimalkan efeknya yang merugikan ada beberapa solusi untuk mencegah KDRT antara lain :
1.      Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.
2.      Sosialiasasi pada masyarakat tentang KDRT adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan dapat diberikan sangsi hukum. Dengan cara mengubah pondasi KDRT di tingkat masyarakat pertama – tama dan terutama membutuhkan.
3.      Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima.
4.      Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima penghargaan.
5.      Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh besar dalam mencegah KDRT bagaimana media massa dapat memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari penganiayaan.
6.      Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat penampungan) sehingga para korban akan lebih terpantau dan terlindungi serta konselor dapat dengan cepat membantu pemulihan secara psikis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar