BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam
rangka memenuhi tugas hidupnya selaku makhluk sosial, manusia senantiasa
berinteraksi dengan orang lain. Untuk itu manusia telah dibekali dengan
berbagai alat dan kemampuan yang memungkinkan mereka dapat menjalankan
fungsinya. Diantara alat perlengkapan manusia adalah alat indera. Dengan
alat-alat indera tersebut manusia dapat melihat, mendengar, merasakan, dan
menyentuh dunianya sehingga ia dapat menjadi manusia sepenuhnya. Dalam konteks
perilaku, hal itu berarti bahwa alat-alat indera yang dimilikinya telah
menyebabkan manusia mampu berpikir, merasakan, berkehendak, dan memiliki
persepsi tertentu mengenai dirinya dan dunia sekitarnya. Pikiran, perasaan,
kehendak, dan persepsi itu sekaligus merupakan aspek-aspek psikologis yang
melengkapi kepribadian manusia.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional
diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan
kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya.
Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun
kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya
tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar
kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua
pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami
dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,
sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik
secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini
maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari
unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan.
Memasuki millenium baru Departemen Kesehatan
telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan,
yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola
piker atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat
masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas
sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan
perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor
memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan
sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes
RI, 2004).
Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia
Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu,
adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku
proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif
dalam upaya kesehatan. Dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 telah
ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005).
Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga
saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga keluarga cenderung menjadi
seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan menjadi aktor
dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga,
ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah
mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah
tangga. Dengan mewujudkan perilaku yang sehat, maka dapat menurunkan
angkakesakitan suatu penyakit dan angka kematian akibat kurangnya kesadaran dalam
pelaksaan hidup bersih dan sehat serta dapat meningkatkan kesadaran dan
kemauan bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk membuat makalah tentang perspektif sosiologi tentang
konsep sehat dan sakit.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana konsep dasar sosiologi
kesehatan?
2.
Bagaimana hubungan sosiologi dengan
konsep sehat dan sakit?
3.
Bagaimana peran sosiologi dalam
kesehatan?
4.
Bagaimana sosiologi kesehatan dan sosiologi
penyakit?
5.
Bagaimana kesehatan dan penyakit dari
sudut pandang sosial?
6.
Apa saja model-model perubahan perilaku
kesehatan?
7.
Bagaimana profesi medis bagi masyarakat?
8.
Bagaimana persepsi masyarakat tentang
konsep sehat dan sakit?
9.
Bagaimana perilaku sehat sakit pada
masyarakat?
10. Sebutkan
contoh sosiologi kesehatan sebagai ilmu?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui konsep dasar sosiologi
kesehatan.
2.
Mengetahui hubungan sosiologi dengan
konsep sehat dan sakit.
3.
Menjelaskan peran sosiologi dalam
kesehatan.
4.
Menjelaskan sosiologi kesehatan dan
sosiologi penyakit.
5.
Menjelaskan kesehatan dan penyakit dari
sudut pandang sosial.
6.
Menjelaskan model-model perubahan
perilaku kesehatan.
7.
Mengetahui profesi medis bagi
masyarakat.
8.
Mengetahui persepsi masyarakat tentang
konsep sehat dan sakit.
9.
Mengetahui perilaku sehat sakit pada
masyarakat.
10. Menyebutkan
contoh sosiologi kesehatan sebagai ilmu.
D.
MANFAAT
1.
Bagi Ilmu Pengetahuan (scienteific)
Makalah ini
diharapkan dapat menjadi
tambahan ilmu pengetahuan
kesehatan masyarakat khususnya ilmu sosial dan perilaku kesehatan tentang perspektif
sosiologi tentang konsep sehat dan sakit.
2. Bagi
Instansi Pendidikan
Makalah ini dapat
menambah kepustakaan bagi mahasiswa, dosen beserta seluruh civitas
akademik, sehingga dapat
memperluas pengetahuan tentang ilmu
sosial dan perilaku kesehatan khususnya tema perspektif sosiologi tentang
konsep sehat dan sakit sebagai referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Sosiologi Kesehatan
Sosiologi
merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman atau kawan, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama
kalinya oleh August Comte. Secara umum sosiologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi menurut Emile Durkheim adalah suatu
ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara
bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana
fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu. Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sosiologi
kesehatan adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara
masyarakat dan kesehatan.
Fungsi
konsep dasar sosiologi kesehatan, diantaranya sebagai alat kognitif agar
seseorang menjadi lebih tahu dan mengerti mengenai apa yang mereka
pelajari, alat evaluatif agar seseorang dapat membedakan serta memisahkan
mengenai pokok bahasan yang mereka pelajari, alat pragmatik yang memberikan
pengetahuan tentang bagaimana penerapan ilmu tersebut dalam kahidupan
sehari-hari, dan alat komunikatif agar terjalin komunkasi yang baik antar
yang belajar dengan yang mengajar. Topik – topik utama yang dikaji dalam
sosiologi kesehatan antara lain hubungan antara lingkungan sosial dengan
kesehatan dan kondisi sakit, perilaku sehat dan sakit, praktisi perawatan
kesehatan dan hubungan antara praktisi kesehatan dengan pasien, dan
sistem perawatan kesehatan.
Konsep sehat
dilihat dari segi sosial, berarti kemampuan untuk membuat dan mempertahankan
hubungan dengan orang lain. Sosiologi kesehatan
merupakan ilmu yang
membicarakan tentang proses
perilaku individu atau interaksi masyarakat yang mempengaruhi status
kesehatan dari individu atau masyarakat tersebut,
serta
bagaimana
hubungan
petugas
kesehatan dan kliennya. Dalam dunia
keperawatan, sosiologi dan antropologi keperawatan hampir tidak jauh berbeda dengan sosiologi
kesehatan
dan
antropologi kesehatan, karena dalam memberikan asuhan kepada klien, asuhan keperawatan
adalah bagian dari program kesehatan (preventif,
promotif, kuratif, maupun
rehabilitative), baik di pelayanan kesehatan maupun di masyarakat. Ketika
seorang perawat memberikan asuhan keperawatan, proses keperawatan dimulai dari
pengkajian memulai komunikasi dan interaksi social.
Dimensi
sosial yaitu dimensi yang melihat dari tingkah laku manusia dalam
kelompok sosial, keluarga dan
sesama lainnya serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah
laku. Kesehatan Sosial dapat dilihat dari
kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, perilaku
kehidupan dalam masyarakat. Kesehatan sosial dapat dilihat juga dari kemampuan
untuk memelihara dan memajukan kehidupan pribadi dan keluarganya sehingga
memungkinkan bekerja, beristirahat dan menikmati hiburan pada waktunya (UU No
9: pasal 3). Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu
berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial,ekonomi, politik, dan sebagainya, serta
saling toleran dan menghargai. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan
sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup
pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera,
masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta
masyarakat umum.
Secara
sosiologis, individu merupakan representasi dikehidupan lingkungan sosialnya.
Segala yang terjadi dilingkungan sosialnya diamati, dipelajari, dan kemungkinan
diintegrasikan dan diinternalisasi sebagai bagian dari kehidupannya sendiri.
Setiap individu memiliki identitas sesuai lingkungan sosialnya. Apa yang
dilakukan, gagasannya, perasaannya, merupakan hasil pembentukan lingkungan
sosialnya.
Lingkungan
sosial secara nyata juga mempengaruhi perilaku, sehat dan sakit. Peran sehat
dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosialnya. Individu akan berperan sehat
atau sakit. Diantara faktor lingkungan sosial yang sangat besar pengaruhnya
terhadap kesehatan mental adalah stratifikasi sosial, pekerjaan, keluarga,
budaya, perubahan sosial, stressor psikososial, interaksi sosial, sistem dalam
keluarga, perubahan-perubahan sosial seperti migrasi, perubahan jangka panjang,
dan kondisi krisis.
Adapun nilai yang dipahami dari dimensi sosial antara lain :
1. Nilai
kebersamaan sosial yaitu masyarakat yang secara bersama-sama bekerja bakti
membersihkan makam, membuat umbul-umbul, membuat perayaan hari kemerdekaan,
dll.
2. Nilai religi
yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjalin dengan baik.
3. Nilai
keamanan yaitu masyarakat bisa terbebas dari seluruh desa dan akan merasa
nyaman.
4. Nilai
ekonomi yaitu dengan tetap melaksanakan upacara masyarakat akan lebih mudah dan
bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Proses Sosialisasi adalah proses seorang anak belajar
menjadi anggota masyarakat yang berpartisifasi aktif. Proses
sosialisasi terjadi empat tahap yaitu :
1.
Persiapan
Pada tahap
ini anak mualai belajar mengambil peranan orang-orang disekeliling terutama
orang yang paling dekat (keluarga).
2.
Meniru
Pada tahap
ini anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankan tetapi harus
mengetahui peranan yang dijalankan orang lain.
3.
Bertindak
Pada tahap
ini anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain dalam
masyarakat luas.
4.
Menerima norma
Pada tahan
ini anak telah siap menjalankan peranan orang lain, ia mulai memiliki kesadaran
akan tanggung jawab Sosialisasi disini juga merupakan proses yang membantu individu
agar belajar menyesuaikan diri bagaimana cara hidup, cara berfikir dengan
kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
B. Hubungan Sosiologi dengan Konsep Sehat dan Sakit
Sosiologi kesehatan dan penyakit
mempelajari interaksi antara masyarakat dan kesehatan. Objektif dari topik ini
adalah untuk melihat bagaimana kehidupan sosial memiliki dampak terhadap
morbiditas dan tingkat kematian, dan sebaliknya. Aspek sosiologi ini berbeda
dari sosiologi medis karena cabang sosiologi ini mempelajari kesehatan dan
keadaan sakit berkaitan dengan institusi sosial seperti keluarga, pekerjaan,
dan sekolah. Sosiologi medis terbatas pada hubungan pasien-praktisi dan peran
pakar kesehatan dalam masyarakat. Sosiologi kesehatan dan penyakit mencakup
patologi sosiologis (sebab penyakit dan keadaan sakit), alasan mencari jenis
bantuan medis tertentu, dan kepatuhan atau ketidakpatuhan pasien dengan
persyaratan medis.
Kajian-kajian
mengenai ilmu sosiologi kesehatan dapat berupa masalah-masalah yang dialami
objek sosiologi, baik itu masyarakat, society
ataupun komunitas. Agar dapat memahami dan menganalisa masalah-masalah tersebut
maka diperlukan berbagai pendekatan baik itu pendekatan emik yang hanya berdasarkan pada sudut pandang si pelaku ataupun
menggunakan pendekatan etik yang
berdasarkan pandangan serta pendapat dari para ahli kemudian membandingkannya
dengan kebudayaan dari daerah lain.
Menurut para ahli, seperti Kendall dan Reader, sosiologi mengenai bidang
medis mengulas masalah yang menjadi perhatian sosiologi profesi dan sosiologi
organisasi. Sedangkan menurut Straus, sosiologi dalam bidang medis merupakan
penelitian dan pengajaran bersama yang sering melibatkan pengintegrasian
konsep, teknik dan personalia dari berbagai disiplin, dalam mana sosiologi
digunakan sebagai pelengkap bidang medis. Dalam perkembangan selanjutnya
perhatian sosiologi medis meluas ke berbagai masalah kesehatan di luar bidang
medis. Dengan demikian, berkembanglah bidang sosiologi kesehatan.
Para ahli pun membedakan antara sosiologi mengenai kesehatan dan sosiologi
dalam kesehatan. Menurut Wilson sosiologi mengenai kesehatan adalah pengamatan
dan analisis dengan mengambil jarak, yang terutama dimotivasi oleh suatu
masalah sosiologi, sedangkan sosiologi dalam kesehatan adalah penelitian dan
pengajaran yang lebih bercirikan keintiman, terapan dan kebersamaan yang
terutama didorong oleh adanya masalah kesehatan. Menurut Wolinsky orientasi
para ahli sosiologi kesehatan lebih tertuju pada masalah kesehatan, bukan pada
masalah sosiologi sehingga sosiologi kesehatan cenderung miskin teori. Twaddle
merinci tujuh dimensi yang membedakan sosiologi kesehatan dengan sosiologi
medis. Menurutnya terjadinya pergeseran-pergeseran dalam ketujuh dimensi
tersebut mengakibatkan bergesernya sosiologi medis menjadi sosiologi kesehatan.
Namun, sosiologi kesehatan merupakan bidang yang muda hingga kini bidang
sosiologi medis masih tetap dominan.
Agar dapat
memahami bagaimana sistem sosial yang berkembang di masyarakat, maka perlu
pemahaman mengenai apa yang dipakai acuan oleh masyarakat dalan bertindak dan
bertingkah laku baik itu kepercayaan, nilai, norma, ataupun kelompok acuan
dalam masyarakat itu sendiri. Karena acuan tersebut tidak dalam bentuk tertulis
maka sifatnya adalah dinamis dalam artian norma, ataupun nilai tersebut dapat
berubah sewaktu-waktu, yang tentunya juga mempengaruhi kebudayaan serta
perilaku individu/kelompok masyarakat. Perubahan tersebut dapat terjadi kerena
pengaruh dari budaya luar yang ketika bertemu dengan kebudayaan daerah mengalami
berbagai bentuk proses apakah itu difusi, akulturasi, asimilasi, maupun
konformitas.
Gangguan
kesehatan dapat datang dari lingkungan sosial. Manusia sering hidup dalam
lingkungan sosial yang membuat mereka marah, frustrasi atau cemas, dan
perasaan-perasaan demikian dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan.
House, Landis dan Umberson mengemukakan hasil penelitian yang menunjukkan
adanya hubungan antara hubungan sosial dan kesehatan. Antara lain dikemukakan
pada arti penting social support bagi
kesehatan. Ancaman lingkungan terhadap kesehatan ditanggapi warga masyarakat
dengan berbagai ragam reaksi. Ada yang bermigrasi ke kawasan lain. Ada pula
warga masyarakat yang berupaya menanggulanginya. Kesadaran ataupun kecurigaan
warga masyarakat bahwa lingkungan fisik mereka menyebabkan penyakit kemudian
sering diikuti dengan berbagai bentuk tindakan terhadap mereka yang dianggap bertanggung
jawab.
Wolinsky
menjelaskan bahwa bagi dokter simtom dan tanda penyakit merupakan bukti
gangguan biologis pada tubuh manusia yang memerlukan penanganan medis. Dari
sudut pandang medis, kesehatan ialah ketiadaan simtom dan tanda penyakit.
Wolinsky selanjutnya mengemukakan beberapa keberatan terhadap definisi
kesehatan menurut kalangan medis ini. Definisi medis ini lebih sempit daripada
definisi WHO, yang mencakup baik kesejahteraan fisik, mental maupun sosial dan
tidak semata-mata terbatas pada ketiadaan penyakit ataupun kelesuan. Namun,
menurut Mechanic definisi WHO ini sulit dioperasionalisasikan untuk membedakan
orang sehat dan orang sakit. Konsep kesehatan dengan cakupan luas kita jumpai
pula dalam pandangan Blum. Blum mengemukakan bahwa kesehatan manusia terdiri
atas tiga unsur, yaitu kesehatan somatik, kesehatan psikis, dan kesehatan
sosial.
Definisi
yang menyerupai definisi WHO kita jumpai dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan. Menurut definisi Parson seseorang dianggap sehat manakala ia
mempunyai kapasitas optimum untuk melaksanakan peran dan tugas yang telah
dipelajarinya melalui proses sosialisasi, lepas dari soal apakah secara ilmu
kesehatan ia sehat atau tidak. Jadi, kesehatan sosiologis seseorang bersifat
relatif karena tergantung pada peran yang dijalankannya dalam masyarakat.
Menurut
Parson pula, kesehatan sosiologis seseorang bersifat relatif karena tergantung
pada peran yang dijalankannya dalam masyarakat. Ternyata definisi kesehatan
yang mirip dengan ketiga macam definisi tersebut di atas serupa kita jumpai
pula di kalangan masyarakat. Menurut hasil penelitian di Inggris di kalangan
masyarakat awam pun dijumpai definisi negatif, definisi fungsional, dan
definisi positif. Parson memandang masalah kesehatan dari sudut pandang
kesinambungan sistem sosial. Dari sudut pandang ini tingkat kesehatan terlalu
rendah atau tingkat penyakit terlalu tinggi mengganggu berfungsinya sistem
sosial karena gangguan kesehatan menghalangi kemampuan anggota masyarakat untuk
dapat melaksanakan peran sosialnya. Selain mengganggu berfungsinya manusia
sebagai suatu sistem biologis, penyakit pun mengganggu penyesuaian pribadi dan
sosial seseorang.
Masyarakat
berkepentingan terhadap pengendalian mortalitas dan morbiditas.
Menurut Parson ini disebabkan
karena :
1.
Penyakit mengganggu berfungsinya seseorang sebagai
anggota masyarakat.
2.
Penyakit, apalagi kematian dini, merugikan kepentingan
masyarakat yang telah mengeluarkan biaya besar bagi kelahiran, pengasuhan dan
sosialisasi anggota masyarakat.
Tipologi Sehat dan
Perilaku Sakit Wolinsky, yaitu
1.
Ada orang yang secara medis dia sakit, tapi
secara sosial dia sehat.
2.
Ada orang yang secara medis dia sehat,
dan secara sosial dia juga sehat.
3.
Ada orang yang secara medis dia sehat,
tapi secara sosial dia sakit.
4.
Ada orang yang secara medis dia sakit
dan secara sosial dia juga sakit.
C.
Peran
Sosiologi dalam Kesehatan
Peran
utama sosiologi dalam kesehatan adalah mendemonstrasikan dan memfokuskan
perhatian pada pangaruh penting kondisi cultural,
socio structural dan kekuatan kelembagaan berkaitan dengan health, healing dan illness. Selanjutnya sosiolog kesehatan perlu me “maintain” spirit kebebasan dan bersikap kritis.
Sosiologi sebagai konsultan kebijakan. Sosiologi memiliki kemampuan untuk
menganalisis fakta sosial, dinamika sosial, dan kecenderungan proses, serta
perubahan sosial. Dalam skala panjang, sosiologi memiliki kemampuan untuk meramalkan
pengaruh dari sebuah kebijakan terhadap kehidupan sosial. Tujuan penerapan
sosiologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan adalah untuk menambah kemampuan
para dokter dalam melakukan penilaian klinis secara lebih rasional, menambah
kemampuan untuk mengatasi persoalan – persoalan yang dialami dalam praktik,
mampu memahami dan menghargai perilaku pasien, kolega serta organisasi, dan
menambah kemampuan dan keyakinan dokter dalam menangani kebutuhan sosial dan
emosional pasien.
Fauzi
Muzaham menjelaskan manfaat sosiologi bagi kesehatan yaitu :
1. Mempelajari
cara orang meminta pertolongan medis atau dokter (help-seeking).
2. Memberikan
analisis mengenai hubungan dokter-pasien.
3. Mengatur
latar belakang sosial-ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan layanan kesehatan.
4. Menganalisis
faktor – faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi penyakit.
5. Sakit,
cacat fisik, dan sejenisnya adalah sebuah fakta sosial sebagaimana masalah
sosial lainnya yang membutuhkan analisis sosiologis.
D.
Sosiologi Kesehatan
dan Sosiologi Penyakit
Sosiologi
kesehatan dikatakan sebagai ilmu karena :
1. Bersifat
empiris artinya sosiologi kesehatan mempelajari apa yang benar-benar terjadi di
masyarakat dan apa yang dipelajari dapat dibuktikan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Bersifat
teoritis artinya sosiologi kesehatan menggunakan teori-teori dalam
pembelajarannya dimana teori tersebut dikemukakan oleh para ahli yang
berdasarkan pada apa yang tarjadi di masyarakat.
3. Bersifat
komulatif artinya ilmu sosiologi kesehatan yang sekarang dipelajari tidak lain
adalah pengembangan dari ilmu sosiologi kesehatan yang telah ada sebelumnnya.
Sehingga ilmu sosiologi kesehatan bersifat dinamis dalam artian dapat berubah
sesuai dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini.
4. Tidak
bersifat menilai artinya ilmu sosiologi kesehatan tidak dapat membenarkan dan
menyalahkan tindakan atau perilaku individu/kelompok masyarakat karena tiap
daerah memiliki norma tersendiri sehingga apa yang dinggap salah di satu daerah
bisa dianggap benar di daerah lain, begitu sebaliknya.
Dalam
sosiologi kesehatan dikenal beberapa istilah yang menunjukkan sumbangan atau peran
sosiologi pada bidang kesehatan, yaitu :
1.
Sosiology in
Medicine
Sosiolog
yang bekerjasama secara langsung dengan dokter dan staf kesehatan lainnya di
dalam mempelajari faktor sosial yang relevan dengan terjadinya gangguan
kesehatan ataupun sosiolog berusaha berhubungan langsung dengan perawatan
pasien atau untuk memecahkan problem kesehatan masyarakat. Hal ini menunjukkan
bahwa fenomena sosial dapat menjadi faktor penentu atau mempengaruhi
orang-orang untuk menangani penyakit atau mempengaruhi kesehatan mereka ataupun
tingkah laku lain saat sedang sakit maupun setelah sakit.
2. Sosiology of Medicine
Berhubungan
dengan organisasi, nilai, kepercayaan terhadap praktek kedokteran sebagai
bentuk dari perilaku manusia yang berada dalam lingkup pelayanan kesehatan,
misalnya bentuk pelayanan kesehatan, sumberdaya manusia untuk membangun
kesehatan dan pelatihan bagi petugas kesehatan.
3. Sosiology for Medicine
Berhubungan
dengan strategi metodologi yang yang dikembangkan sosiologi untuk kepentingan
bidang pelayanan kesehatan. Misalnya teknik skala pengukuran Thurstone, Likert,
Guttman yang membantu mengenali atau mengukur skala sikap. Peran ini juga
meliputi peosedur matematis multivariate serta analisis faktor dan analisis
jaringan yang biasa digunakan para sosiolog dalam mengumpulkan data atau menjelaskan
hasil penelitian.
4. Sociology From Medicine
Menganalisa
lingkungan kedokteran dari perspektif sosial. Misalnya bagaimana pola
pendidikan, perilaku, gaya hidup, para dokter, atau sosialisasi mahasiswa
kedokteran selama mengikuti pendidikan kedokteran.
5. Sociology at Medicine
Merupakan bagian
yang lebih banyak mengamati orientasi politik dan ideology yang berhubungan
dengan kesehatan. Misalnya bagaimana suatu struktur pengobatan cara barat akan
mempengaruhi perubahan pola pengobatan sekaligus merubah pola interaksi
masyarakat.
6. Sociology Around Medicine
Menunjukkan
bagaimana sosiologi menjadi bagian atau berinteraksi dengan ilmu lain seperti
antropologi, ekonomi, etnologi, filosofi hukum maupun bahasa.
E. Kesehatan Dan Penyakit Dari Sudut
Pandang Sosial
1. Dalam
sosiologi kesehatan dikenal perbedaan antara konsep disease dan illness.
2. Disease
sebagai gangguan fungsi fisiologis organisme sebagai akibat infeksi atau
tekanan lingkungan, disease bersifat
objektif.
3. Illness
adalah perasaan pribadi seseorang yang merasa kesehatannya terganggu. Ilness bersifat subjektif.
F. Model-Model Perubahan Perilaku
Kesehatan
1. Model
Pengelolaan Rasa Sakit.
Tidak
semua orang sakit memiliki penyakit. Suatu rasa sakit bukan merupakan penyakit
bila tidak mengganggu aktivitas dan fungsi pokok, misalnya: makan, minum, buang
air, tidur, dan aktivitas sehari-hari lainnya.
2.
Model Mechanic.
Landasan
pemikiran model mechanic ini yaitu
mengembangkan suatu model mengenai faktor-faktor yang mempengarui perbedaan
cara melihat, menilai serta bertindak terhadap suatu gejala penyakit.
3. Model
Keyakinan Sehat.
Empat
keyakinan utama yaitu keyakinan tentang kerentanan kita terhadap keadaan sakit,
keyakinan tentang keseriusan atau keganasan penyakit, keyakinan tentang
kemungkinan biaya, keyakinan tentang efektivitas tindakan ini sehubungan dengan
adanya kemungkinan tindakan alternatif.
4. Model
Pengambilan keputusan.
Ada
beberapa kondisi sosial yang khas terjadi yaitu realitas sosial adanya
perbedaan pemahaman dan sikap antara pasien dan anggota keluarganya, perbedaan
pemahaman dan sikap pasien diwujudkan dalam bentuk persepsi atau respons
terhadap penyakit tersebut, setiap diantara mereka mempunyai akses informasi ke
pihak lain mengenai persepsi penyakit, adanya komunikasi atau interkasi antara
pasien dan orang lain.
G. Profesi Medis Bagi Masyarakat
Meskipun
tampak ironis, namun ini adalah fakta yang terjadi di zaman modern. Masyarakat
yang memiliki status sosial dan kekayaan lebih banyak, memiliki kesehatan
fisik, mental dan sosial jauh lebih baik daripada orang miskin. Ini dimulai
saat lahir dengan anggota masyarakat termiskin memiliki tingkat kematian bayi
tertinggi dan berlanjut sepanjang hidup sebagai orang kaya menikmati akses yang
lebih baik untuk kesehatan sehingga memiliki kesempatan yang lebih baik pulih
dari penyakit serius dan trauma besar.
Beberapa
peristiwa yang menyebabkan meningkatnya keterkaitan antara sosiologi dan bidang
medis atau kesehatan antara lain terjadinya perubahan dalam hal kesehatan,
penyembuhan dan sakit health,
healing and illness. Adanya
legitimasi eksternal serta pengakuan secara kelembagaan medical. Perubahan yang
terjadi dalam dunia medis menurut Analisis Rodney Coe (1970) dkk
yaitu perubahan pola mortalitas dan morbiditas, dampak pengobatan yang bersifat
preventif dan meningkatnya kesehatan
masyarakat (public health), dampak
perkembangan bidang psychiatry,
dan dampak administrasi kesehatan.
Sosiologi medis memandang hubungan
sosial dalam pengaturan perawatan kesehatan sebagai produk dari sebuah
masyarakat umum, di mana tatanan sosial dan harmoni yang diyakini oleh individu
yang bertindak dalam peran tertentu yang telah ditentukan dan fungsi tertentu.
Profesi medis adalah untuk bertindak
sebagai lembaga diperlukan kontrol sosial, atau wali moral masyarakat,
menggunakan kekuatannya untuk membedakan antara normalitas dan penyimpangan
seperti pada sejarah awal masa keberadaan pelayanan kesehatan zaman dahulu,
yaitu sistem pelayanan di gereja-gereja.
Dalam menjalankan fungsi-fungsi sosialnya antara pasien dan dokter memiliki
beberapa perbedaan dan sering bertentangan, kepentingan dokter, untuk melakukan
tugas mereka dari profesional di tempat kerja medis, berusaha untuk mendapatkan
penghasilan dan kemajuan dalam karir mereka. Pasien, untuk meringankan rasa
sakit atau ketidaknyamanan yang mengganggu kehidupan mereka. Sedangkan pasien,
pasien sebagai pihak yang harus patuh, pasif dan bersyukur, sementara dokter
direpresentasikan sebagai universal dermawan dan kompeten.
Penerapan perspektif sosial
konstuksionisme ini dalam sosiologi dan sejarah secara umum disebut constructionism social. Meskipun
pendekatan ini tentu bukan hal baru dalam sejarah teori sosiologi, dominasi
pertumbuhan analisis pascastrukturalis isu seputar konsep realitas dan
pengalaman tubuh di humaniora dan sosial medis telah memberikan energi yang
terbarukan dan minat intelektual dalam penerapannya pada daerah sosiologi
kesehatan dan penyakit setelah lama marjinalisasi.
Daerah-daerah baru yang menarik juga
dibawa ke dalam konstruksionis sosial prespektif pertimbangan agak sebelumnya
diabaikan dari masalah hubungan kekuasaan di tingkat makro, sehingga
menggabungkan beberapa konsertasi dari perspektif ekonomi politik. Dalam versi
terbaru dari konstruksionisme sosial yang mengadopsi dari buku sosiologi ini
mengatakan bahwa kedokteran dan pelayanan kesehatan dianggap sebagai budaya. Untuk
konstruksionis sosial meneliti aspek sosial biomedis, Perkembangan medis-ilmiah
dan pengetahuan medis serta praktek adalah fokus. pendekatan konstruksionis
sosial tidak selalu mempertanyakan realitas penyakit atau menyatakan sakit atau
riwayat penyakit tubuh, hal tersebut hanya menekankan bahwa negara-negara ini
dan sejarahnya diketahui dan ditafsirkan melalui kegiatan sosial dan karena itu
harus diperiksa menggunakan analisis budaya dan sosial.
Ada berbagai posisi politik yang
diambil oleh para sarjana dalam mengadopsi pendekatan konstruksionis sosial
(Burry, 1986). Beberapa pandangan pengetahuan medis yang dianggap netral,
sementara yang lain menekankan wacana fungsi kontrol sosial, dengan alasan
bahwa pengetahuan dan praktik yang menyertainya memperkuat kepentingan posisi
kuat dengan mengesampingkan orang lain. Gagasan bahwa obat bertindak sebagai
sebuah institusi penting kontrol sosial tetap, namun penekanannya telah pindah
dari kekuasaan medis sebagai pemeriksa, kekuasaan yang menindas sangat
terlihat, berbasis berdaulat, untuk konseptualisasi kedokteran sebagai proses
pengetahuan yang berubah dalam ruang dan waktu. Mereka yang menerapkan
perspektif konstruksionis sosial berpendapat bahwa daya medis tidak hanya
berada di lembaga-lembaga atau individu elit, tetapi digunakan oleh setiap
individu dengan cara sosialisasi untuk menerima nilai dan norma perilaku.
H. Persepsi Masyarakat Tentang Sehat Sakit
Persepsi masyarakat mengenai
terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain,
karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat
tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat, hal ini dapat turun dari satu generasi
ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi
masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah
pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang
tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal
terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran
dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan
diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan
muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa
hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, yang dapat dibuat ramuan
untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari
penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai
penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara
turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh
jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian
penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh
dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
Persepsi masyarakat tentang
sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masalalu di samping
unsur sosial budaya. Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit,
tidak selalu bersifat obyektif. Oleh karena itu, petugas kesehatan berusaha
sedapat mungkin menerapkan kreteria medis yang obyektif berdasarkan gejala yang
tampak guna mendiagnosis kondisi fisik individu.
I. Perilaku Sehat Sakit Pada Masyarakat
Penelitian-penelitian dan
teori-teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku sehat (health
behavior), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan
antara illness dan disease, model penjelasan
penyakit (explanatory model ), peran dan karir seorang yang sakit (sick
role), interaksi dokter-perawat, dokter-pasien,
perawat-pasien, penyakit dilihat dari sudut pasien, membuka mata para
dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern tidak lagi dapat dianggap
kebenaran absolut dalam proses penyembuhan.
Perilaku sakit diartikan sebagai
segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar
memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan
individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan
penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah raga dan
makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa
dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.
Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit maka perilaku sakit dan
perilaku sehatpun subyektif sifatnya.
Anggota
masyarakat yang merasakan penyakit akan menampilkan perilaku sakit. Menurut
Mechanic perilaku sakit merupakan perilaku yang ada kaitannya dengan penyakit.
Di bidang sosiologi kesehatan dikenal pula konsep lain yang berkaitan, yaitu
perilaku upaya kesehatan. Tanggapan seseorang terhadap suatu penyakit
ditentukan oleh berbagai faktor. Mechanic menyebutkan sepuluh faktor atau
variabel yang mempengaruhi tanggapan baik si penderita sakit sendiri maupun
orang lain terhadap situasi sakit seseorang.
Dalam
sosiologi kesehatan dikenal perbedaan antara konsep disease dan illness. Bagi
Conrad dan Kern disease merupakan
gejala biofisiologi yang mempengaruhi tubuh. Menurut Field disease adalah konsep medis mengenai keadaan tubuh tidak normal
yang menurut para ahli dapat diketahui dari tanda dan simtom tertentu. Sarwono
merumuskan disease sebagai gangguan
fungsi fisiologis organisme sebagai akibat infeksi atau tekanan lingkungan,
baginya disease bersifat objektif.
Bagi Conrad dan Kern illness adalah
gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi disease. Bagi Field illness adalah perasaan pribadi
seseorang yang merasa kesehatannya terganggu. Sarwono merumuskan illness sebagai penilaian individu
terhadap pengalaman menderita penyakit; baginya maupun bagi Field illness bersifat subjektif.
Muzaham
menerjemahkan istilah disease menjadi
penyakit, dan illness menjadi
keadaan-sakit, sedangkan Sarwono pun menerjemahkan istilah disease menjadi penyakit, tetapi menerjemahkan istilah illness menjadi sakit. Dalam setiap
masyarakat dijumpai suatu sistem medis. Menurut definisi Foster, sistem medis
mencakup semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan dan tindakan
serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggota kelompok yang mendukung
sistem tersebut. Foster mengidentifikasikan pula beberapa unsur universal dalam
berbagai sistem medis tersebut. Penyakit merupakan suatu produk budaya.
Menurut Geest dalam
masyarakat berbeda penyakit dinyatakan secara berbeda, dijelaskan secara berbeda,
dan dikonstruksikan secara berbeda pula. Sejumlah pengamat masalah kesehatan
mengemukakan bahwa penyakit merupakan konstruksi sosial. Contoh mengenai
penyakit sebagai konstruksi sosial ini antara lain disajikan oleh Conrad dan
Kern, yang membahas konstruksi sosial perempuan sebagai makhluk lemah dan tidak
rasional yang terkungkung oleh faktor khas keperempuanan seperti organ
reproduktif dan keadaan jiwa mereka, dan kecenderungan untuk mengkonstruksikan
sindrom pramenstruasi dan menopause sebagai gangguan kesehatan yang memerlukan
terapi khusus. Contoh berikut disajikan oleh Diederiks, Joosten dan Vlaskamp,
yang mengkhususkan pembahasan mereka pada konstruksi sosial cacat fisik dan
mental.
J.
Contoh
Sosiologi Kesehatan Sebagai Ilmu
1. Orang
China percaya bahwa dua prinsip dasar dunia, Kekuatan Yin dan Yang, mengatur
dunia dan memberikan kekuatan pada manusia. Berbagai bagian tubuh dikaitkan
dengan prinsip Yin dan Yang.
2. Pengobatan,
jamu-jamuan, dan obat-obatan tradisional bertujuan untuk menyeimbangkan kekuatan
Yin dan Yang.
3. Orang
Jepang lebih suka menggunakan komunikasi non verbal, mereka menghargai
kesunyian
4. Dalam
berkomunikasi dengan orang Jepang, perawat sebaiknya menghindari kontak mata
secara langsung, karena ekspresi emosi, tertawa atau tersenyum mungkin menunjukkan
sikap marah atau sedih.
5. Orang
Asia melibatkan berbagai sumber perawatan kesehatan, termasuk Kedokteran Barat.
Berbagai jenis pengobatan orang Asia antara lain jamu-jamuan/herbal,
akupungtur, akupresur, pengerokan, pencubitan, penyedotan darah/kop.
6. Bagi
orang-orang Spanyol, Kuba, Amerika Tengah dan Selatan, Meksiko, Pulau Karibia,
mereka memandang kesehatan yg bagus adalah sebagai hasil keberuntungan / nasib kesehatan
hadiah dari Tuhan atas perilaku mereka yg baik.
Gangguan kesehatan berarti hukuman dari Tuhan atas dosa-dosanya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Konsep sehat dilihat dari segi
sosial, berarti kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan
orang lain. Sosiologi umum orang sehat adalah orang yang seimbang nutrisi,
aktivitas, emosi, dan lingkungan, juga sehat secara sosial. Sedangkan orang
sakit yaitu keadaan dimana tidak terdapat keseimbangan eksistensi manusia
sehingga muncul ketidak lancaran dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia.
Jadi, orang sakit pasti memerlukan pertolongan orang lain, sedangkan orang
sehat adalah orang yang mampu memberikan bantuan pada orang lain. Menurut
penjelasan tersebut maka jelas bahwa seorang perawat kesehatan perlu
memperhatikan pasien secara baik, yaitu dengan cara melakukan pendekatan
kemanusiaan pada seorang pasien. Proses penyembuhan atau promosi kesehatan bisa
dilakukan dengan menggunakan terapi makanan (nutrisi), emosi, dan sosial.
Dukungan dari keluarga juga dapat memberikan motivasi tinggi bagi pasien untuk
meraih kesembuhan.
Dengan terbangunnya individu-individu yang sehat akan mendukung terciptanya
masyarakat yang sehat. Ciri dari sifat masyarakat yang sakit menurut perspektif
sosiologi yaitu narsisme, individualitas tinggi, dan hilangnya rasionalitas
mereka. Sedangkan ciri masyarakat sehat adalah adanya keterbukaan, daya cipta
tinggi, rasional, dan adaptasi yang baik pada lingkungan. Sedangkan ciri
masyarakat sehat menurut WHO dari ukuran kuantitatif yaitu angka harapan hidup,
kematian bayi, mortalitas, kematian ibu dan anak, serta angka kelahiran
menurun. Dari sisi pelayanan, rasio tenaga kesehatan antara lain penduduk,
distribusi tenaga kesehatan, dan sarana kebutuhan.
Agar dapat memahami bagaimana
sistem sosial yang berkembang di masyarakat, maka perlu pemahaman mengenai apa
yang dipakai acuan oleh masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku baik itu
kepercayaan, nilai, norma, ataupun kelompok acuan dalam masyarakat itu sendiri.
Karena acuan tersebut tidak dalam bentuk tertulis maka sifatnya adalah dinamis
dalam artian norma, ataupun nilai tersebut dapat berubah sewaktu-waktu, yang
tentunya juga mempengaruhi kebudayaan serta perilaku individu/kelompok
masyarakat. Perubahan tersebut dapat terjadi karena pengaruh dari budaya luar
yang ketika bertemu dengan kebudayaan daerah mengalami berbagai bentuk proses
apakah itu difusi, akulturasi, asimilasi, maupun konformitas.
B.
SARAN
1.
Bagi Masyarakat
Diharapkan untuk
terbuka dan percaya dengan pemberi pelayanan kesehatan. Sehingga
masyarakat dapat merubah perilakunya yang untuk mencegah sakit dari pada
mengobati dan tidak terlalu mengkaitkan sosial budaya dengan penyakit karena biar
bagaimanapun, bila salah satu anggota keluarga terdapat gejala penyakit
sebaiknya dibawa ke puskesmas atau pelayanan kesehatan yang lainnya.
2.
Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan untuk tetap memperhatikan kesehatan
masyarakat supaya negara kita terhindar dari berbagai macam penyakit. Dari
pihak tenaga kesehatan juga diharapkan memberikan penyuluhan kepada masyarakat
awam mengenai promosi kesehatan secara komprehensif.
Bagi
seorang dokter atau tenaga kesehatan diharapkan mampu mengembangkan sikap verstehen yaitu kemampuan untuk
menyelami apa yang dirasakan oleh pasien atau masyarakat itu sendiri.