FAKTOR
DETERMINAN DAN RESPON MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN JAMBAN DALAM PROGRAM
KATAJAGA
DI
KECAMATAN GUNUNGPATI SEMARANG
Wiji Oktanasari*, Budi
Laksono, Dyah Rini Indriyanti
Prodi
Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
wijioktanasari@gmail.com
Abstrak
Pada saat ini masih
ada warga masyarakat yang memiliki perilaku buang air besar disembarang
tempat karena tidak memiliki jamban. Hal
ini sangat merugikan kondisi kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis faktor determinan dan respon masyarakat terhadap pemanfaatan
jamban dalam program KATAJAGA (Kampung
Total Jamban Keluarga) di Kecamatan Gunungpati Semarang.
Desain penelitian yang digunakan adalah
survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini seluruh
kepala keluarga yang mendapatkan bantuan jamban di Kecamatan Gunungpati
berjumlah 1222 kepala keluarga. Sampelnya berjumlah
93 responden dengan teknik Proportionate
Random Sampling. Pengambilan data diperoleh
dengan cara memberi kuesioner dan wawancara pada responden. Analisis
data dilakukan dengan program SPSS 17 secara bivariat (Chi Square). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pendidikan dengan pemanfaatan jamban (χ2=4,423; df=1; p=0,035<0 span="">),
demikian pula ada hubungan status ekonomi (χ2=6,500; df=2; p=0,039<0 span="">),
pengetahuan (χ2=6,928; df=2; p=0,031<0 span="">),
ketersediaan air bersih (χ2=4,371; df=1; p=0,037<0 span="">),
akseptabilitas (χ2=8,387; df=1; p=0,004<0 span="">),
dan partisipasi (χ2=6,918; df=2; p=0,031<0 span="">)
terhadap pemanfaatan jamban dalam
program KATAJAGA di Kecamatan
Gunungpati Semarang. Manfaat penelitian yaitu dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi dinas kesehatan dalam rangka
pengambilan keputusan kebijakan dan evaluasi perbaikan program jamban. 0>0>0>0>0>0>
Kata
Kunci: Ketersediaan Jamban,
Pemanfaatan Jamban, Program KATAJAGA
Abstract
At this time there are still people who have a defecate
behavior in place because they do not have latrines. This is very detrimental
to public health conditions. The purpose of this research is to analyze the
determinant factor and the community response to the utilization of latrines in
the program of KATAJAGA (Total Village Family Latrine) in Gunungpati District
Semarang. The research design used was analytic survey with cross sectional
approach. The population of this study is the entire head of the family who
received a toilet assistance in Gunungpati District amounted to 1222 families.
The sample were 93 respondents with Proportionate Random Sampling technique.
The data were collected by giving questionnaires and interviews to the
respondents. Data analysis was done using SPSS 17 program in bivariate (Chi
Square). The results showed that there were correlation between education with
the utilization of latrines (χ2 = 4,423; df = 1; p = 0,035 <0 6="" also="" correlation="" df="2;" economic="" knowledge="" p="0,039" status="" sup="" there="" was="">20>
=6,928; df=2; p=0,031<0 span="">), supply of clean water (χ2 = 4,371; df = 1, p = 0.037 <0 .05="" 6="" 8="" a="" acceptability="" and="" as="" be="" benefits="" can="" consideration="" decision="" department="" df="2;" district="" evaluation="" for="" framework="" gunungpati="" health="" improvements="" in="" katajaga="" latrines="" o:p="" of="" p="0,031" participation="" policy="" program="" programs.="" research="" semarang.="" that="" the="" to="" toilet="" used="" utilization="">0>0>
Keywords:
Availability of Latrines,
Utilization of Latrines, Program of KATAJAGA
PENDAHULUAN
Pada jaman yang
canggih ini masih ada orang yang memiliki perilaku buang air besar sembarangan.
Hal ini menjadi suatu hal yang aneh dikarenakan hingga saat ini lebih dari 24
juta keluarga di Indonesia belum memiliki jamban (BPS, 2015). Keadaan
ini disebabkan karena pembangunan program sanitasi masih
berorientasi pada target fisik serta belum berorientasi pada perubahan perilaku
di masyarakat (Rahmawati & Soedirham, 2013). Namun, upaya
perubahan perilaku masyarakat terkait sanitasi seringkali
gagal karena kondisi yang dihadapi masyarakat, seperti kemiskinan, kurangnya
air bersih, dan jamban yang memadai (Conant & Pam, 2009).
Penggunaan
jamban di berbagai daerah di Indonesia cukup rendah. Hal
tersebut terlihat dari data yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik tahun
2014 dimana tercatat pada penduduk yang
menggunakan jamban rumah tangga (RT) di Indonesia yang memakai jamban sendiri
sebanyak 65,8% dan tidak memiliki jamban sebanyak
34,2%. Rumah tangga di Propinsi Jawa Tengah yang menggunakan jamban sendiri sebanyak
65,46% dan tidak memiliki jamban sebanyak
34,54%. Rumah tangga di Kota Semarang yang menggunakan jamban sendiri sebanyak
80,37% dan tidak memiliki jamban sebanyak
19,63% (BPS,
2015).
Kepemilikan
jamban yang belum mencapai 100%, tentunya ada sesuatu yang terjadi di
masyarakat. Oleh sebab itu, Program KATAJAGA yang
diprakarsai oleh Yayasan Wahana Bhakti Sejahtera (YWBS) memiliki
konsep jambanisasi berbasis
kewilayahan mulai dari kampung, kelurahan, kecamatan, sampai kabupaten/kota. Semua keluarga secara
gotong-royong dalam waktu serentak membangun jamban keluarga dan menggunakannya.
Pembangunan jamban keluarga yang dibantu
oleh YWBS sudah dilakukan di berbagai kota di Jawa Tengah, seperti Kota
Semarang. Bentuk bantuan yang diberikan yaitu berupa kloset, semen, besi, dan
pasir (Laksono, 2015).
Kecamatan
Gunungpati merupakan salah satu kecamatan yang terletak di bagian selatan Kota
Semarang. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Gunungpati memiliki profesi
sebagai petani dan di beberapa kelurahan ada yang mengalami kekurangan air
bersih. Hal ini dimungkinkan menjadi penyebab masyarakat memiliki perilaku
buang air besar sembarangan, sehingga tidak perlu memiliki jamban dirumahnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki jamban
belum di eksplorasi. Diduga ada faktor determinan yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pemanfaatan jamban sebagai tempat
buang air besar. Faktor determinan dalam
pemanfaatan jamban ada tiga faktor,
yaitu, faktor pemudah (pengetahuan, sikap, dan karakterisktik individu), faktor pemungkin (fasilitas,
sarana, dan prasarana), dan faktor pendukung (sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau kelompok lain) (Anggoro et al., 2015).
Respon
masyarakat penerima bantuan jamban juga belum dieksplorasi. Respon
masyarakat yang terdiri dari penerimaan dan partisipasi masyarakat berhubungan dengan
pemanfaatan jamban. Penerimaan masyarakat
terhadap program bantuan jamban ada positif dan ada yang negatif. Partisipasi sebagian
anggota masyarakat dalam
bentuk tenaga dan materi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor
determinan dan respon masyarakat terhadap pemanfaatan jamban dalam program
KATAJAGA (Kampung Total Jamban Keluarga) di Kecamatan Gunungpati Semarang.
METODE
PENELITIAN
Desain
penelitian yang digunakan adalah
survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala
keluarga yang mendapatkan bantuan stimulan jamban di Kecamatan Gunungpati sebanyak
1222 kepala keluarga.
Jumlah sampel
dalam penelitian ini sejumlah 93 orang dihitung dengan rumus Slovin. Teknik pengambilan sampel menggunakan Proportionate Random Sampling, karena pengambilan sampel acak secara proporsional yang terbagi dalam 16
kelurahan. Kelurahan di Kecamatan Gunungpati yaitu Cepoko, Gunungpati, Jatirejo,
Kalisegoro, Kandri, Mangunsari, Ngijo, Nongkosawit, Pakintelan, Patemon,
Plalangan, Pongangan, Sadeng, Sekaran, Sukorejo, dan Sumurejo. Sampel tiap
kelurahan diambil berdasarkan rumus jumlah KK tiap kelurahan yang mendapatkan
bantuan jamban dibagi total jumlah KK yang mendapatkan bantuan jamban di
Kecamatan Gunungpati dikalikan 100%.
Waktu penelitian
dari bulan Mei sampai Juni 2017. Pengambilan data dilakukan dengan cara
pemberian kuesioner dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan program SPSS 17 secara bivariat (Chi Square).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh
yaitu faktor determinan (faktor predisposisi dan faktor pemungkin) dan respon
masyarakat (penerimaan dan partisipasi masyarakat). Hasil penelitian diuraikan
sebagai berikut :
1.
Faktor
Predisposisi
Faktor predisposisi terdiri dari
pendidikan, pengetahuan, dan status ekonomi.
a.
Pendidikan
Tabel
1 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD, dan
SMP) sebesar 56,5 % memanfaatkan jamban dengan baik dan 43,5% memanfaatkan
jamban dengan kurang baik. Responden yang memiliki pendidikan tinggi (SMA dan
perguruan tinggi) sebesar 83,3% memanfaatkan jamban dengan baik dan 16,7%
memanfaatkan jamban dengan kurang baik. Pemanfaatan jamban dengan baik yaitu
responden yang melakukan perawatan dan pemeliharaan jamban dengan baik seperti
menyediakan alat pembersih lantai, jamban bersih, dan semua anggota keluarga
selalu buang air besar di jamban.
Pemanfaatan
jamban dengan kurang baik yaitu responden yang tidak melakukan perawatan dan
pemeliharaan jamban seperti jamban licin dan kotor, tidak tersedia alat pembersih
jamban, dan jamban tidak digunakan oleh semua anggota keluarga untuk buang air
besar. Pemanfaatan jamban dalam program bantuan jamban di Kecamatan Gunungpati
dalam kategori baik sebesar 59 (63,4%). Pemanfaatan jamban dalam kategori
kurang baik sebesar 34 (36,6%), antara lain karena sebagian warga dalam status
ekonomi yang rendah, masih terbiasa buang air besar di sungai dekat rumah, di
jamban masjid, menumpang di rumah saudara atau tetangga.
Hasil uji
statistik dengan chi square diperoleh
nilai χ2=4,423; df=1; p=0,035<0 antara="" bahwa="" bermakna="" dalam="" dapat="" dengan="" di="" disimpulkan="" gunungpati="" hubungan="" jamban="" katajaga="" kecamatan="" o:p="" pemanfaatan="" pendidikan="" program="" semarang.="" terdapat="" yang="">0>
Tabel 1 Hubungan
Pendidikan Penerima Jamban dengan Pemanfaatan Jamban
di Kecamatan
Gunungpati Semarang
Pendidikan
|
Pemanfaatan Jamban
|
Jumlah
|
|||||
Kurang Baik
|
Baik
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
Rendah
Tinggi
|
30
4
|
43,5
16,7
|
39
20
|
56,5
83,3
|
69
24
|
100,0
100,0
|
|
|
Jumlah
|
34
|
36,6
|
59
|
63,4
|
93
|
100,0
|
χ2 = 4,423 ; df =1
|
p = 0,035
|
||||||
Pendidikan
akan mempengaruhi kesadaran seseorang untuk untuk melakukan pemanfaatan jamban. Hal
ini didukung hasil wawancara karena orang yang berpendidikan tinggi yang luas
wawasannya akan merasa malu jika tidak memiliki jamban dan buang air besar
sembarangan. Orang dengan pendidikan rendah menganggap buang air besar
sembarangan merupakan hal yang wajar dan sudah menjadi kebiasaan yang turun
temurun. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas
pula pengetahuan dan wawasannya, sehingga peranan pendidikan sangat
mempengaruhi perilaku keluarga terhadap pemanfaatan jamban sebagai sarana buang
air besar.
Tingkat
pendidikan seseorang termasuk faktor predisposisi terhadap perilaku kesehatan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah
seseorang untuk menerima informasi-informasi baru yang sifatnya
membangun (Pane, 2009). Penelitian
Siregar (2011) membuktikan bahwa pendidikan memiliki
hubungan yang erat dengan perilaku keluarga terhadap penggunaan jamban. Hasil ini didukung studi
yang dilakukan oleh Babitsch et al. (2012) bahwa pendidikan secara tidak langsung turut
mempengaruhi kondisi sosial ekonomi keluarga sehingga juga akan mempengaruhi
keluarga dalam pemanfaatan jamban.
Hasil
wawancara dengan responden menegaskan
bahwa semakin tinggi pendidikan responden akan mempengaruhi pengetahuan
responden dan kesadaran akan pentingnya jamban keluarga yang sehat. Pendapat
Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa
pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh dalam membentuk pengetahuan,
sikap, persepsi, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin tinggi pula kesadarannya untuk tetap menjaga kebersihan dan
lingkungannya.
Pendidikan
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang sangat
berperan meningkatkan kualitas hidup dalam mengupayakan pembangunan
kesehatan secara optimal. Secara umum semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat, maka akan semakin baik
kualitas sumber dayanya. Masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi pada umumnya memiliki wawasan
yang lebih luas sehingga dapat lebih mudah dalam menyerap
dan menerima informasi. Dengan demikian, diharapkan
informasi yang diterima oleh masyarakat melalui pendidikan dapat menjawab
masalah kesehatan serta aktif berperan serta dalam
pengelolaan kesehatan lingkungan. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang pada umumnya juga memiliki pengetahuan yang luas, maka akan semakin produktif sehingga akan menghasilkan
pendapatan yang tinggi. Semakin banyak masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi maka akan
semakin sejahtera. Sehingga tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat akan
membantu masyarakat dalam memanfaatkan jamban dengan
baik.
b. Pengetahuan
Tabel
2 menunjukkan bahwa ada sebanyak 32 orang (76,2%) responden yang memiliki
pengetahuan baik melakukan pemanfaatan jamban dengan baik, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan cukup
melakukan pemanfaatan jamban kurang baik sebanyak 3 orang (30,0%). Pengetahuan
baik yaitu pemahaman responden tentang pentingnya jamban keluarga dan dampaknya
terhadap lingkungan kesehatan jika tidak buang air besar di jamban.
Hasil
uji statistik dengan chi square
diperoleh nilai χ2=6,928; df=2; p=0,031<0 antara="" bahwa="" bermakna="" dalam="" dapat="" dengan="" di="" disimpulkan="" gunungpati="" hubungan="" jamban="" katajaga="" kecamatan="" o:p="" pemanfaatan="" pengetahuan="" program="" semarang.="" terdapat="" yang="">0>
Tabel 2 Hubungan Pengetahuan dengan
Pemanfaatan Jamban
di Kecamatan
Gunungpati Semarang
Pengetahuan
|
Pemanfaatan Jamban
|
Jumlah
|
|||||
Kurang Baik
|
Baik
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
Baik
Cukup
Kurang
|
10
3
21
|
23,8
30,0
51,2
|
32
7
20
|
76,2
70,0
48,8
|
42
10
41
|
100,0
100,0
100,0
|
|
|
Jumlah
|
34
|
36,6
|
59
|
63,4
|
93
|
100,0
|
χ2 = 6,928 ; df=2
|
p = 0,031
|
||||||
Berdasarkan
tabel 2, bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Gunungpati memiliki
rata-rata pengetahuan baik, tetapi masih ada yang melakukan pemanfaatan jamban
belum optimal. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak mengetahui pentingnya
jamban keluarga dan dampak yang timbul jika melakukan buang air besar
sembarangan. Sebagian masyarakat juga tidak mengetahui jika kotoran atau tinja
manusia mengandung kuman yang dapat menyebabkan penularan penyakit pencernaan.
Hal ini didukung oleh hasil wawancara bahwa pengetahuan yang baik akan mempengaruhi
pemanfaatan jamban. Masyarakat dengan pengetahuan baik akan memiliki wawasan
yang luas dan pemikiran yang terbuka, sehingga memiliki jamban di rumah
merupakan kebutuhan keluarga.
Penelitian
Sholikah (2012) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan lingkungan sangat penting. Hal ini akan mempengaruhi perilaku
masyarakat dalam buang air besar sembarangan, selanjutnya dalam hal pengadaan
sarana jamban keluarga maupun dalam hal perawatan hingga pemeliharaan jamban
keluarga.
Penelitian Anggoro et al. (2015) bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang mengenai
jamban maka semakin baik pula pemanfaatan jamban. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan. Apabila
sesuatu tindakan didasari oleh pengetahuan, maka tindakan tersebut akan menjadi kebiasaan.
Hasil penelitian Qudsiyah et al. (2014), menyebutkan
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan jamban. Promosi untuk
memanfaatkan jamban seharusnya dilakukan secara optimal sebagai upaya dalam
rangka menggerakan dan memberdayakan masyarakat. Pemberian
informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
sasaran (responden). Sasaran diharapkan berubah dari
tidak tahu menjadi tahu, sadar dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan.
c. Status Ekonomi
Tabel
3 menunjukkan bahwa ada sebanyak 37 orang (59,7%) responden yang memiliki
status ekonomi cukup dengan penghasilan Rp872.500,00-Rp1.745.000,00/bulan (UMR
Kota Semarang) melakukan pemanfaatan jamban dengan baik, sedangkan tidak ada responden
yang memiliki status ekonomi tinggi dengan penghasilan lebih dari Rp1.745.000,00
melakukan pemanfaatan jamban kurang baik.
Hasil
uji statistik dengan chi square
diperoleh nilai χ2=6,500; df=2; p=0,039<0 antara="" bahwa="" bermakna="" dalam="" dapat="" dengan="" di="" disimpulkan="" ekonomi="" gunungpati="" hubungan="" jamban="" katajaga="" kecamatan="" o:p="" pemanfaatan="" program="" semarang.="" status="" terdapat="" yang="">0>
Tabel 3 Hubungan
Status Ekonomi dengan Pemanfaatan Jamban
di Kecamatan
Gunungpati Semarang
Status Ekonomi
|
Pemanfaatan Jamban
|
Jumlah
|
|||||
Kurang Baik
|
Baik
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
Tinggi
Cukup
Rendah
|
0
25
9
|
0
40,3
42,9
|
10
37
12
|
100,0
59,7
57,1
|
10
62
21
|
100,0
100,0
100,0
|
|
|
Jumlah
|
34
|
36,6
|
59
|
63,4
|
93
|
100,0
|
χ2 = 6,500 ; df=2
|
p = 0,039
|
||||||
Hasil
wawancara menunjukkan bahwa kondisi perekonomian warga mempengaruhi
pemanfaatan jamban untuk penggunaan, perawatan, dan pemeliharaan jamban.
Penghasilan yang tinggi memungkinkan anggota keluarga untuk memanfaatkan jamban dengan baik, seperti membangun jamban sesuai dengan
syarat jamban sehat. Syarat jamban sehat yaitu bangunan
jamban tertutup, terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang
lainnya. Demikian
sebaliknya jika penghasilan rendah, maka
masyarakat lebih memilih untuk membeli kebutuhan
sehari-hari dibandingkan membangun jamban.
Berdasarkan
hasil wawancara, diketahui bahwa alasan warga desa tidak mau membuat jamban
karena pembuatan jamban yang memenuhi syarat kesehatan (jamban leher angsa
dengan septik tank) dianggap mahal, sehingga warga memilih buang air besar di
sungai atau kebun karena tidak memerlukan biaya. Di samping itu, sebagian besar
masyarakat menggunakan penghasilan yang didapatkan hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari (sandang dan pangan) karena masyarakat menganggap jamban
bukan merupakan prioritas utama. Status ekonomi yang rendah menyebabkan kurang
perhatiannya keluarga dalam pemanfaatan jamban. Oleh karena itu, perawatan dan
pemeliharaan jamban yang kurang menyebabkan kondisi jamban kotor sehingga
keluarga malas memanfaatkan jamban dengan baik.
Penelitian
ini diperkuat penelitian Kamria (2013) yang menyatakan bahwa status ekonomi
mempengaruhi tingkat pemanfaatan jamban dengan baik. Status ekonomi yang baik
dapat menciptakan sanitasi lingkungan yang baik, sehingga tercipta kesehatan
keluarga yang diharapkan. Sanitasi lingkungan yang buruk disebabkan karena
penghasilan keluarga masih rendah, sehingga mengakibatkan kurangnya perhatian
keluarga dalam pembangunan ataupun perawatan jamban. Oleh karena perawatan dan
pemeliharaan jamban yang kurang sehingga kondisi jamban dalam kondisi yang
kurang layak mengakibatkan individu dalam keluarga malas untuk memanfaatkan
jamban dengan baik (Kamria et al.,
2013).
2.
Faktor Pemungkin
(Ketersediaan Air Bersih)
Tabel 4
menunjukkan bahwa ada sebanyak 42 orang (72,4%) responden yang memiliki
ketersediaan air bersih tinggi melakukan pemanfaatan jamban dengan baik,
sedangkan responden yang memiliki
ketersediaan air bersih rendah melakukan pemanfaatan jamban dengan kurang baik
sebanyak 18 orang (51,4%).
Hasil uji
statistik dengan chi square diperoleh
nilai χ2=4,371; df=1; p=0,037<0 air="" antara="" bahwa="" bermakna="" bersih="" dalam="" dapat="" dengan="" di="" disimpulkan="" gunungpati="" hubungan="" jamban="" katajaga="" kecamatan="" ketersediaan="" o:p="" pemanfaatan="" program="" semarang.="" terdapat="" yang="">0>
Tabel 4 Hubungan
Ketersediaan Air Bersih dengan Pemanfaatan Jamban
Di Kecamatan
Gunungpati Semarang
Ketersediaan Air Bersih
|
Pemanfaatan Jamban
|
Jumlah
|
|||||
Kurang Baik
|
Baik
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
Tinggi
Rendah
|
16
18
|
27,6
51,4
|
42
17
|
72,4
48,6
|
58
35
|
100,0
100,0
|
|
|
Jumlah
|
34
|
36,6
|
59
|
63,4
|
93
|
100,0
|
χ2 = 4,371 ; df=1
|
p = 0,037
|
||||||
Ketersediaan
air bersih yang cukup akan mempengaruhi pemanfaatan jamban. Hal
ini didukung oleh hasil wawancara karena sebagian orang beranggapan bahwa buang
air besar harus dengan air yang mengalir.
Warga masyarakat malas menggunakan jamban jika tidak tersedia air bersih
yang cukup. Lokasi tempat tinggal yang dekat dengan sungai menjadi
salah satu alasan jika ketersediaan air bersih kurang, maka warga buang air
besar di sungai. Kelurahan yang dekat dengan sungai antara lain Cepoko,
Nongkosawit, Pakintelan, Plalangan, dan Sumurejo. Daerah seperti kelurahan
Sukorejo yang sering mengalami kekurangan air bersih, lebih memilih untuk buang
air besar di sungai. Warga menggunakan air bersihnya untuk keperluan seperti
memasak dan minum, daripada untuk keperluan buang air besar. Pernyataan Notoatmodjo
(2012) bahwa masyarakat dalam berperilaku
sehat memerlukan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan seperti air bersih, tempat
pembuangan tinja. Sarana dan prasarana sangat mendukung sangat mendukung untuk
berperilaku hidup sehat.
Hasil penelitian Anggoro (2015) menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara ketersediaan air bersih dengan pemanfaatan jamban
keluarga. Hal tersebut disebabkan tersedianya air bersih untuk menggelontor
kotoran atau tinja terpenuhi sehingga menyebabkan seseorang akan cenderung
memanfaatkan jamban. Ketersediaan air bersih menunjang kenyamanan dalam
penggunaan jamban (Anggoro et al.,
2015). Namun, sebagian
warga masyarakat juga beranggapan bahwa buang air besar tidak harus menggunakan
air yang bersih.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bukti bahwa ketersediaan air bersih ada hubungannya
dengan tindakan responden untuk memanfaatkan jamban sebagai tempat buang air
besar. Masyarakat akan merasa nyaman memanfaatkan jamban apabila didukung
dengan ketersediaan air bersih untuk membersihkan diri setelah buang air besar (Dahal
et al., 2014). Penelitian
Simanjuntak (2009), ketersediaan air bersih mempengaruhi pemanfaatan jamban
karena jika air bersih kurang maka kepala keluarga beserta keluarga hanya
menggunakan jamban seperlunya saja dalam waktu darurat (misalnya pada malam
hari), sedangkan pada siang hari menggunakan sungai untuk buang air besar.
Sarana air
bersih di Kecamatan Gunungpati menggunakan sumur gali dan PDAM. Dari 93
responden yang menggunakan sumur gali sebanyak 22 orang (23,65%), PDAM sebanyak
71 orang (76,35), dan yang menggunakan keduanya sebanyak 14 orang (15,05%). Beberapa
wilayah mengalami kesulitan air bersih terutama saat kemarau panjang. Hal ini
dikarenakan ketika musim kemarau mengakibatkan sumber air defisit, sehingga
PDAM melakukan penutupan air secara bergilir. Sumur gali hanya digunakan ketika
air dari PDAM mati. Sementara ketika tidak digunakan sumur gali dibiarkan
terbuka sehingga airnya kotor dan kondisi air bersih sedikit. Oleh karena itu,
ketersediaan air bersih yang kurang mempengaruhi pemanfaatan jamban. Tidak tersedianya
air bersih juga menyebabkan buruknya kondisi jamban, hal ini disebabkan tidak
adanya air yang dapat digunakan untuk membersihkan lantai maupun daerah di
sekitar jamban yang kotor. Hal inilah yang membuat sebagian warga tidak
memanfaatkan jamban dengan baik.
3.
Respon
Masyarakat
Respon
masyarakat terdiri dari penerimaan dan partisipasi masyarakat.
a. Penerimaan
Hasil uji
statistik dengan chi square diperoleh
nilai χ2=8,387; df=1; p=0,004<0 14="" 45="" ada="" ampung="" antara="" bahwa="" baik="" bermakna="" dalam="" dapat="" dengan="" di="" disimpulkan="" gunungpati="" hubungan="" jamban="" katajaga="" kecamatan="" keluarga="" kurang="" melakukan="" memiliki="" o:p="" orang="" pemanfaatan="" penerimaan="" program="" responden="" sebanyak="" sedangkan="" semarang.="" terdapat="" total="" yang="">0>
Penerimaan masyarakat yang baik terhadap program
bantuan jamban menyebabkan pemanfaatan jamban juga baik. Hal ini didukung oleh hasil wawancara
bahwa warga menerima program bantuan jamban dengan senang dan memanfaatkan
jamban keluarga sebagai salah satu bentuk menghargai pemberi program. Warga
menerima bantuan jamban tanpa adanya komplain meminta bahan tambahan lain,
meski dari 93 ada 33 warga yang penerimaannya kurang puas karena meminta
bantuan tambahan lain seperti uang karena menganggap bantuan yang diberikan
kurang efektif. Masyarakat
menanggap bantuan yang diberikan kurang efektif karena bantuan hanya berupa wc
dan kerangka beton besi, sehingga memerlukan biaya tambahan untuk membuat
jamban lebih bagus.
Penelitian
Simms et al. (2005) bahwa penerimaan
program jamban menyatakan 89% masyarakat merasa senang dan sebanyak 97,3%
masyarakat akan segera membuat jamban baru. Hal ini menunjukkan
bahwa penerimaan masyarakat yang baik akan mempengaruhi masyarakat untuk
membangun dan memanfaatkan jamban. Namun, keberlanjutan program
penyediaan jamban dan penerimaan masyarakat yang baik tidak akan berlangsung
efektif jika tidak ada pendidikan kesehatan terutama untuk daerah yang cakupan
jambannya buruk.
Masyarakat
mempunyai penilaian terhadap penggunaan
jamban keluarga yang akan mereka manfaatkan. Penilaian tersebut akan
menimbulkan suatu sikap penerimaan atau penolakan terhadap pemanfaatan jamban
keluarga dengan baik dalam hal perawatan dengan pemeliharaan (Diallo
et al., 2007). Program jambanisasi akan meningkat
pemanfaatannya jika dapat diterima (acceptable)
dan mendapat dukungan dari masyarakat (Simms et al., 2005).
Secara
keseluruhan penerimaan warga masyarakat dalam
program jambanisasi baik. Penerimaan
masyarakat baik yaitu warga menerima dengan senang bantuan jamban tanpa adanya
komplain untuk meminta bantuan lebih dan seluruh anggota keluarga merasakan
kenyamanan memiliki jamban dirumahnya. Warga merasa
senang dengan adanya program bantuan jamban tersebut meskipun ada beberapa
responden yang menyatakan kurang puas dengan
adanya program bantuan jamban dikarenakan fasilitas jamban yang diberikan
kurang efektif. Bantuan yang diberikan kurang efektif karena bantuan
hanya berupa wc dan kerangka beton besi, sehingga memerlukan biaya tambahan
untuk membuat jamban lebih bagus.
b. Partisipasi
Partisipasi
masyarakat adalah peran orang-orang yang hidup bersama dan saling berinteraksi
untuk ikut serta dalam perencanaan pembangunan (Karla, 2014). Partisipasi yang dimaksud dalam
pembangunan jamban ini adalah partisipasi dari warga penerima bantuan jamban
dan orang lain disekitarnya yang tidak menerima bantuan jamban.
Hasil
uji statistik dengan chi square
diperoleh nilai χ2=6,918; df=2; p=0,031<0 span="">, dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara akseptabilitas dengan
pemanfaatan jamban dalam program KATAJAGA di Kecamatan Gunungpati Semarang. Ada
sebanyak 35 orang (76,1%) responden yang memiliki partisipasi baik melakukan
pemanfaatan jamban dengan baik, sedangkan responden yang memiliki partisipasi
cukup melakukan pemanfaatan jamban kurang baik sebanyak 8 orang (42,1%).
Partisipasi yang baik adalah warga selalu hadir dalam pertemuan dan ikut
diskusi dalam program bantuan jambanisasi, ikut serta dalam kegiatan kerja
bakti membangun jamban. 0>
Berdasarkan
hasil wawancara bahwa partisipasi masyarakat akan mempengaruhi pemanfaatan
jamban karena warga akan merasa tenaganya untuk gotong royong sia-sia jika
tidak memanfaatkan jamban keluarga dengan baik. Meskipun ada sebagian anggota
masyarakat yang bersikap masa bodoh tidak ikut berpartisipasi terhadap program apa
pun yang berlangsung di wilayah tempat tinggalnya. Hal ini menunjukkan bahwa
kepedulian antar warga untuk saling membantu rendah.
Penelitian
ini didukung oleh penelitian Masli et al.
(2010) bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi warga semakin tinggi pula
pengadaan jamban keluarga. Faktor-faktor penghambat dalam pembuatan jamban
keluarga yang memenuhi syarat kesehatan, selain masih rendahnya partisipasi
masyarakat juga kesadaran masyarakat yang masih kurang untuk hidup sehat.
Partisipasi
memiliki korelasi terhadap pemanfaatan jamban. Penelitian Mlenga (2016) bahwa
keterlibatan masyarakat berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam hal
penggunaan jamban keluarga dan ketersediaan air bersih. Partisipasi warga
merupakan komponen penting untuk modal pembangunan jamban. Hal ini penting
dalam pembangunan karena partisipasi mempengaruhi keputusan dalam pembuatan dan
pemanfaatan jamban.
Dari
hasil wawancara, beberapa anggota masyarakat ikut aktif berpartisipasi dalam
bentuk tenaga untuk membangun dan memanfaatkan jamban. Namun, dari 93 ada 28 responden
yang memiliki partisipasi kurang, diantaranya karena memiliki kesibukan bekerja
sehingga tidak memiliki waktu untuk ikut gotong royong. Selain itu sebagian
responden adalah wanita dan orang tua sehingga tidak ikut berpartisipasi tetapi
ikut mendukung program jamban. Dukungan yang diberikan dalam hal ini adalah
meminta bantuan kepada orang lain dengan membayarnya untuk membangun jamban.
Partisipasi
ada dalam bentuk tenaga dan uang yang sering disebut swadaya. Swadaya merupakan
kemampuan dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan program jamban agar kegiatan
terlaksana dengan baik, terutama dalam pengadaan biaya (Setiawan, 2013). Swadaya masyarakat yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah kemampuan kepala keluarga dalam hal biaya tambahan
untuk membangun jamban.
Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara bahwa swadaya yang tinggi akan mempengaruhi pemanfaatan jamban
karena kepala keluarga yang rela mengeluarkan biaya tambahan akan merasa
uangnya terbuang jika jamban tidak dimanfaatkan dengan baik. Beberapa anggota
masyarakat mau mengeluarkan biaya lebih karena adanya kesadaran akan pentingnya
membuat jamban keluarga yang nyaman sehingga akan dilakukan pemeliharaan, perawatan,
dan penggunaan jamban. Dari segi
swadaya, ada sebagian kepala keluarga yang mengeluarkan biaya tambahan untuk
membeli bahan material sehingga membuat jambannya lebih nyaman digunakan.
Namun, dari 93 ada 32 kepala keluarga yang tidak mengeluarkan biaya tambahan
karena keadaan ekonomi yang terbatas sehingga jamban dibangun sesuai dengan
konsep yang ada.
Penelitian oleh
Setiawan (2013) bahwa swadaya tidak memiliki pengaruh signifikan pada
pemanfaatan program pembangunan. Swadaya dihubungkan dengan pendapatan dalam
pengambilan keputusan. Swadaya yang tidak berpengaruh signifikan dimungkinkan
karena kemudahan dan ketersediaan program bantuan yang sudah memadai sehingga
tidak merasakan hambatan untuk memanfaatkan program tersebut.
SIMPULAN
DAN SARAN
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan faktor determinan (pendidikan, status ekonomi,
ketersediaan air bersih) dan respon masyarakat (penerimaan dan partisipasi)
terhadap pemanfaatan jamban dalam program KATAJAGA di Kecamatan Gunungpati
Semarang.
Saran bagi
instansi kesehatan diharapkan melibatkan peran serta aktif atau pemberdayaan masyarakat
untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pentingnya jamban
sehat. Bagi pemberi program jamban diharapkan memberikan sanksi berupa reward dan punishment kepada warga penerima bantuan jamban. Reward berupa alat pembersih lantai
diberikan kepada warga yang membangun dan memanfaatkan jamban dengan baik. Punishment berupa penarikan kembali
jamban jika jamban tidak dibangun dalam jangka waktu satu bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, F. F., Khoiron, & Ningrum, P. T. 2015. Analisis
Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Jamban Di Kawasan Perkebunan Kopi. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, (3)1 : 171–178.
Babitsch,
B., Gohl, D., & Thomas, L. 2012. Re-revisiting Andersen’s Behavioral Model
of Health Services Use : a Systematic Review of Studies from 1998-2011. GMS Psycho-Social-Medicine, 9 : 1-15.
Conant,
J. & Pam. 2009. Panduan Masyarakat
untuk Kesehatan Lingkungan. Bandung : The Eksyezet.
Dahal,
K.R., Adhikari, B., & Tamang, J. 2014. Sanitation Coverage And Impact Of
Open Defecation Free (ODF) Zone With Special Reference To Nepal: A Review. Journal of Engineering Research and
Applications, 4(7) : 118-128.
Diallo,
M.O., Hopkins, D.R., Kane, M.S., Niandou, S., Amadou, A., Kadri, B., Amza, A.,
Emerson, P.M., & Zingeser, J.A. 2007. Household Latrine Use, Maintenance
and Acceptability in Rural Zinder, Niger. International
Journal of Environmental Health Research, 17 (6) : 443-452.
Kamria,
A.P., Hasan, W., & Nurmaini. 2013. Faktor
Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Jamban Keluarga di Desa Bontotallasa Dusun Makuring Kabupaten Maros. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3 (1) :
99-102.
Karla,
A.A. 2014. Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Masyarakat Terhadap
Pelaksanaan Program Sanitasi Total Dan Pemasaran Sanitasi (STOPS) (Studi pada
Kegiatan Arisan Jamban di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten
Jombang). Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Surabaya : UNESA.
Laksono,
B. 2015. Modul Dasa Ilmu
Balatrine Katajaga. Semarang : Yayasan Wahana Bhakti
Sejahtera.
Masli,
J., Suwarni, A., & Suharman. 2010. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
Pengadaan Jamban Keluarga Melalui Community
Lead Total Sanitation. Jurnal Kedokteran Masyarakat, 26 (3) : 144-151.
Mlenga,
D. H. 2016. Towards Community Resilience, Focus on a Rural Water Supply,
Sanitation and Hygiene Project in Swaziland. American Journal of Rural Development, 4 (4) : 85-92.
Notoatmodjo,
S. 2012. Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Pane,
E. 2009. Pengaruh Perilaku Keluarga
terhadap Penggunaan Jamban. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(5) : 29-35.
Qudsiyah,
W.A., Pujiati, R.S., & Ningrum, P.T. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Tingginya Angka Open Defecation
(OD) di Kabupaten Jember (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Kalisat). Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(2) :
362-369.
Rahmawati
S.K. & Soedirham O. 2013. Analisis Peran Serta Masyarakat Dalam
Keberhasilan Program Community Led Total
Sanitation (CLTS). Jurnal Promosi
Kesehatan, 1(2) : 138-144.
Setiawan,
A. 2013. Peran Kepala Desa Terhadap Swadaya Masyarakat Dalam Pembangunan Di
Desa Bumi Rapak Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(3) : 1095-1109.
Sholikhah,
S. 2012. Hubungan Pelaksanaan Program ODF (Open
Defecation Free) Dengan Perubahan Perilaku Masyarakat Dalam Buang Air Besar
Di Luar Jamban Di Desa Kemiri Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(15) :
84-90.
Simanjutak
D. 2009. Determinan Perilaku Buang
Air Besar (BAB)
Masyarakat (Studi terhadap
pendekatan Community Led
Total Sanitation pada
masyarakat desa di
wilayah kerja Puskesmas Pagelaran, Kabupaten Pandeglang). Jurnal Kesehatan Lingkungan. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Simms,
V.M., Makalo, P., Bailey, R.L., & Emerson, P.M. 2005. Sustainability and
Acceptability of Latrine Provision in the Gambia. Tropical Medicine and Hygiene Journal, 99 : 631-637.
Siregar Y.D.R. 2011. Faktor-faktor Predisposisi,
Pendukung, dan Pendorong Terhadap Perilaku Buang Air Besar di Desa Sibuntuon
Partur Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbahas. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Yimam,
Y.T., Gelaye, K.A., Chercos, D.H. 2013. Latrine Utilization and Associated
Factor Among People Living in Rural Areas of Denbia District, Northwest
Ethiopia, 2013, a Cross-Sectional Study. Medical
Journal.